Kawasan Wisata Mandeh: Premanisme dan Monopoli Harga

Pulau Mandeh, sebuah destinasi wisata yang berada di pesisir Selatan Sumatera Barat. Tempat ini memiliki luas sekitar 18.000 hektar dengan 3 kecamatan serta 7 desa. Daerah ini merupakan sebuah perpaduan dari kumpulan bukit yang indah dan teluk yang memesona. Panorama alamnya meliputi pantai, pulau, hutan mangrove, dan air terjun. Kawasan Mandeh letaknya berbatasan langsung dengan Kota Padang. Tepatnya di Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Pada mulanya, akses jalan menuju Wisata Mandeh harus ditempuh melalui jalur air. Namun, kini terdapat jalur darat yang bisa ditempuh dari Padang, serta mampu memangkas waktu tempuh menjadi 1 jam perjalanan saja

Disebut sebagai Raja Ampat-nya Sumatera, tempat ini memiliki banyak destinasi yang bisa dijadikan pertimbangan dalam memilih tempat liburan. Tidak kalah dengan wisata yang ada di Pulau Dewata, Pulau Mandeh juga memiliki banyak tempat yang wajib dikunjungi. Pulau Setan, Pulau Taraju, Pulau Marak, Kapo-Kapo, hingga Sironjong dan Pulau Cubadak, banyak sekali tempat wisata yang bisa ditemui di sini. Masing-masing tempat mempunyai keindahan yang khas, seperti Cubadak dengan kekayaan alam bawah laut dan Pulau Marak yang disebut-sebut sebagai Raja Ampat ke dua. Disamping objek wisata yang ada diatas, masih banyak daya tarik kawasan Mandeh lainnya yang didukung oleh sarana prasarana seperti jalan lintas Mandeh yang dibangun pemerintah daerah untuk memangkas waktu perjalanan, beragam homestay/penginapan, dan UMKM yang ada di sekitarnya.

Namun, masalah yang kerap membuat resah wisatawan dan sudah berlangsung cukup lama adalah aksi premanisme masyarakat lokal dan kebijakan harga pada usaha masyarakat. Permasalahan mulai muncul ketika baru saja memasuki lokasi objek wisata, seperti harga tiket masuk yang tidak menentu. Ketika uang dibayar oleh pengunjung, tiket tidak diberikan. Di sebagian objek wisata bahkan pengunjung tidak pernah tahu berapa harga tiket resmi yang sesunggguhnya. Tarif tiketnya bisa saja berubah-ubah sekehendak penjaga pos masuk objek wisata tersebut. Berikutnya pengunjung juga menghadapi problem yang lain lagi, soal parkir. Pada hari-hari biasa, permintaan uang parkir oleh juru parkir bahkan terkadang mencapai Rp20 ribu per unit mobil, dan akan naik drastis pada hari-hari libur. Jika ukuran bus tentu tarif parkirnya akan lebih tinggi lagi. Di beberapa objek wisata, ketika mobil wisatawan berpindah-pindah tempat parkir, tapi masih tetap dalam satu kawasan, mobil itu pun juga dikenakan tarif oleh tukang parkir. Saat wisatawan tengah enak bersantai, terkadang ada saja pengamen yang mengganggu ketenangan itu. Ketika telah diberi uang, datang lagi pengamen lainnya tiap sebentar bergantian. Pedagang asongan juga begitu. Bahkan ada juga yang memaksa minta uang kepada wisatawan atau yang dinamakan dengan istilah mengompas. Masalah lain yang cukup banyak dialami wisatawan adalah harga produk pada usaha masyarakat seperti tempat makan dan sebagainya yang tidak menentu yang dapat berubah-ubah, dimana terkadang pedagang mematok harga cukup tinggi, terutama pada hari-hari libur yang banyak wisatawan.

Berbagai permasalahan diatas mungkin sudah sangat lumrah untuk industri pariwisata di Sumatera Barat, tidak hanya di kawasan Mandeh saja, namun bukan berarti harus terus diabaikan terutama oleh pemerintah daerah. Mengingat, kawasan Mandeh adalah salah satu objek wisata andalan Sumatera Barat dan sudah dikenal luas di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu sangat penting dilakukan penertiban aksi premanisme masyarakat lokal, misalnya dengan mengambil alih pengelolaan fasilitas penunjang objek wisata seperti lokasi parkir dan transportasi untuk dikelola oleh pemerintah ketimbang dikelola masyarakat setempat, dan menetapkan standar harga untuk usaha-usaha mikro-kecil masyarakat setempat agar tidak ada yang seenaknya menaikkan harga. Di samping itu juga diperlukan aksi preventif untuk memastikan kejadian tersebut tidak berulang di kemudian hari, seperti dengan melakukan pemberdayaan masyarakat lokal, pengawasan dan inspeksi secara teratur. Dengan hilangnya aksi premanisme dan monopoli harga ini akan dapat meningkatkan kenyamanan wisatawan saat berkunjung dan reputasi kawasan Mandeh menjadi lebih baik lagi.

Penyelesaian masalah premanisme dan monopoli harga di Kawasan Wisata Mandeh di Sumatera Barat memiliki dampak positif yang signifikan. Dengan mengambil alih pengelolaan fasilitas penunjang oleh pemerintah, menetapkan standar harga yang transparan, serta memberdayakan masyarakat lokal melalui pelatihan dan pendidikan, kawasan ini akan menciptakan lingkungan yang lebih ramah wisatawan. Dampaknya termasuk peningkatan kepuasan wisatawan, yang akan meningkatkan reputasi Kawasan Mandeh sebagai destinasi unggulan. Ini berpotensi menarik lebih banyak kunjungan dan pertumbuhan industri pariwisata yang berkelanjutan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat lokal dan peningkatan kualitas produk dan layanan mereka akan berdampak positif terhadap ekonomi lokal, mengurangi ketergantungan mereka pada praktik monopoli harga yang tidak adil. Selain itu, dengan pengawasan dan inspeksi rutin, lingkungan kawasan dapat dijaga, menjaga keseimbangan antara meningkatnya jumlah wisatawan dan pelestarian alam. Ini akan berkontribusi positif terhadap perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan pajak daerah. Dengan demikian, implementasi solusi ini akan menghasilkan kawasan wisata yang lebih menarik, berkelanjutan, dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi semua pihak terlibat.

Penulis

ALIF IRVIANO, ANTROJENI JON NANDA, RIZKI ALI NURDIN, MUHAMMAD NAUFAL FADHILA

Sumber :

https://www.industry.co.id/read/27998/akses-jalan-destinasi-wisata-kawasan-mandeh-kian-bertambah

0 Komentar

Berikan pendapat anda kepada kami

You May Also Like